![]() |
Kali Putih, Salah Satu Keunikan di Lereng Utara |
Dari sekian banyak sisi Gunung Penanggungan yang tersohor dengan panorama dan nilai sejarahnya, mengapa hanya sisi barat (Jolotundo) dan selatan (Trawas) yang tampak bersinar terang dalam peta wisata? Pertanyaan itu telah lama menggelayut dalam benak kami, warga di lereng lain Penanggungan, khususnya di lereng utara. Kami pun ingin turut bersinar, ingin menunjukkan bahwa lereng utara juga menyimpan kekayaan alam, sejarah, dan budaya yang tak kalah memesona.
Di tengah maraknya industri wisata alam, bahkan yang berbasis buatan, dusun kami seolah tertinggal dalam pusaran arus perkembangan tersebut. Padahal, potensi yang dimiliki oleh lereng utara—terutama Dusun Genting—sangatlah kaya dan unik. Namun sayangnya, potensi itu belum mendapatkan ruang untuk tumbuh dan dikenal luas.
Dusun Genting adalah salah satu dusun terakhir yang terletak di lereng utara Gunung Penanggungan. Sudah sejak lama kami mendambakan hadirnya angin segar dari geliat industri wisata. Namun keinginan kami bukan untuk sekadar membuka wisata massal yang bersifat hiburan semata. Kami tidak bercita-cita membangun tempat yang dipenuhi tawa lepas dan keramaian semu. Sebaliknya, kami ingin menghadirkan ruang belajar bersama—ruang yang menyatukan alam, sejarah, dan budaya.
![]() |
Akses Dusun Genting, Akses Satu-satunya Menuju Dusun Terakhir |
Kini, harapan itu mulai menyala. Sejak diresmikannya jalur pendakian Penanggungan via Genting pada Juni 2024, akses menuju situs-situs bersejarah dan titik-titik penting di Gunung Penanggungan dari sisi utara mulai terbuka lebar. Pembukaan jalur ini bukan sekadar ikut-ikutan tren, tetapi buah dari pertimbangan panjang dan matang oleh masyarakat lokal. Kami ingin menghadirkan jalur pendakian yang tidak hanya menuntun langkah kaki, tetapi juga menggugah kesadaran.
Lereng utara Gunung Penanggungan memiliki kekayaan yang luar biasa, terutama jejak sejarah dan peninggalan arkeologis yang tersebar di sepanjang jalur pendakian. Dari bawah, tepatnya di Desa Wotanmas Jedong, pengunjung bisa menemukan Candi Pasetran dan Candi Jedong. Naik lebih tinggi, di ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut (mdpl), terdapat batu prasasti yang menandai titik penting sejarah. Pendaki juga akan menjumpai Punden Mbah Wiyu, Umpak Wolu, Candi Sengon, Candi Merak, Candi Penanggungan, Candi Lemari, Candi Yudha, hingga Candi Pandawa. Situs-situs ini menjadi saksi bisu peradaban masa lampau, dan sangat layak dijadikan bahan kajian oleh akademisi, sejarawan, maupun masyarakat umum.
Kami sadar bahwa pembukaan jalur ini tidak sekadar soal akses. Ini adalah upaya kolektif untuk memberdayakan warga sekitar, mengubah cara pandang terhadap hutan, serta menjadikan alam sebagai sahabat, bukan objek eksploitasi. Kami ingin pendakian ini menjadi medium edukasi, bukan sekadar destinasi.
Namun, kami juga tidak menutup mata terhadap risiko yang mungkin muncul. Pembukaan akses baru tentu berpotensi mengganggu ekosistem. Sudah banyak contoh di berbagai daerah, ketika alam yang seharusnya dijaga justru rusak karena serbuan pengunjung yang tidak peduli. Demi konten viral sesaat, alam dikorbankan. Kami belajar dari kesalahan itu. Kami tidak ingin Dusun Genting menjadi korban popularitas instan.
Yang kami perjuangkan bukanlah viralitas, melainkan keberdayaan. Kami ingin berjalan berdampingan dengan alam, menjaga kelestariannya, dan menjadikannya sebagai guru. Di tempat ini, sejarah, budaya, dan alam bisa bersatu dalam harmoni. Kami ingin dusun kami menjadi tempat belajar menjadi manusia yang utuh: manusia yang peka, yang mampu menjaga warisan leluhur, serta menjunjung kelestarian bumi yang kita pijak bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar