Dari Ruwat Sumber ke Unduh Tirta: Sebuah Muasal


Penyembelihan Bebek, Salah Satu Prosesi dalam Unduh Tirta


Gagasan untuk mencetuskan UnduhTirta sesungguhnya bukanlah hal yang terjadi secara kebetulan. Ide ini lahir dari sebuah perjalanan batin yang dalam, bermula dari suasana senja yang hening di area camping ground. Kami saat itu tengah membahas keresahan yang telah lama mengganggu: tentang debit mata air yang kian hari kian menyusut. Tentang sebuah ritual lama yang perlahan mulai ditinggalkan: ruwat sumber, tradisi turun-temurun yang telah dijalankan selama puluhan tahun oleh warga Dusun Genting, yang terletak di lereng utara Gunung Penanggungan.

Ruwat sumber adalah upacara adat untuk “nyelameti” atau menyelamatkan sumber mata air di Air Terjun Sabrangan. Bagi kami, ritual ini sangat penting. Selain sebagai bentuk pelestarian terhadap sumber air, ia juga menjadi cara kami menghormati para leluhur serta menjaga kearifan lokal yang tumbuh di hutan utara lereng gunung.

Air Terjun Sabrangan merupakan satu-satunya sumber air utama yang digunakan oleh warga Dusun Genting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, desa-desa tetangga pun turut memanfaatkan aliran air ini.

Namun seiring waktu, aliran air semakin mengecil, sementara kebutuhan masyarakat terus meningkat. Sungai Sabrangan yang dahulu megah dan berlimpah air kini mengering—akibat ulah manusia yang serakah. Sungai Sabrangan yang dulu deras, perlahan mengering. Sebab utamanya: keserakahan. Air dari sumber dialirkan 100% lewat pipa-pipa ke pemukiman tanpa menyisakan setetes pun untuk sungai. Alam diperah habis, nyaris tanpa jeda untuk pulih.

Kesadaran masyarakat pun belum tumbuh seiring dengan urgensi krisis ini. Kesadaran masyarakat tak tumbuh secepat masalahnya. Jangankan merawat hutan, sekadar hadir dalam ritual ruwat sumber pun banyak yang enggan. Jangankan merawat hutan, untuk sekadar menjaga sumber air pun banyak yang bosan. Banyak pula yang tak lagi tertarik mengikuti ritual tahunan ruwat sumber. Keengganan ini bisa jadi disebabkan rasa jenuh, atau mungkin karena pengaruh modernitas yang menganggap bahwa kearifan lokal semacam kenduren dan ruwat sumber sudah tak relevan di zaman ini.

Tiap tahun, jumlah peserta ruwat sumber kian menyusut. Hanya segelintir orang tua yang masih setia datang. Warga desa tetangga pun datang, mungkin bukan karena kesadaran untuk menjaga alam dan budaya, melainkan karena kebutuhan akan air. Tanpa air tersebut, kehidupan mereka akan terancam. Kearifan lokal dianggap kuno, padahal lewat tradisi itulah kita belajar menghargai leluhur dan hidup selaras dengan alam.


Dari keresahan itu, lahirlah ide untuk memodifikasi konsep ruwat sumber. Kami menyebutnya sebagai Unduh Tirta.

Unduh Tirta hadir dengan semangat baru yang lebih segar, menyatukan tradisi, pengetahuan, dan aksi nyata pelestarian lingkungan. Selain tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal, acara ini juga menyuguhkan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga alam dan air.

Kegiatan Unduh Tirta meliputi serangkaian acara. Dimulai dengan diskusi publik yang melibatkan warga dusun, pemerhati lingkungan, hingga komunitas luar. Semua pihak diajak berdialog tentang air, hutan, dan bagaimana menyelaraskan keduanya demi masa depan yang berkelanjutan. Diskusi ini diisi oleh narasumber yang kompeten di bidangnya.

Setelah itu, dilaksanakan upacara Unduh Tirta. Warga secara bergotong royong mengangkat ancak—sesajen besar yang bisa mencapai berat 100 kilogram—dari balai dusun menuju sumber air sejauh satu kilometer, melewati medan yang cukup berat. Prosesi ini bukan hanya ritual, tapi juga simbol solidaritas dan semangat kolektif. Kesenian tradisional turut meramaikan suasana sebelum arak-arakan diberangkatkan.

Menariknya, banyak pengunjung luar yang turut menggotong ancak karena penasaran dan ingin terlibat langsung. Suasana menjadi meriah dan penuh semangat kebersamaan.

Sebelum acara kenduren dimulai, sesepuh desa dan kepala dusun melakukan ritual penyembelihan bebek. Darah bebek dialirkan ke sungai sebagai bagian dari rangkaian upacara. Pada hari itu pula, seluruh aliran air Sungai Sabrangan dibuka. Semua tandon dikosongkan, memungkinkan air mengalir deras kembali untuk sementara waktu—membanjiri sungai yang selama bertahun-tahun kering kerontang.

Pengunjung yang Berpose di Kali Sabrangan yang Kering Kerontang Berpuluh Tahun

Masyarakat pun diizinkan mengakses Air Terjun Sabrangan secara bebas selama proses pembersihan tandon berlangsung hingga sore. Sebagian warga juga turut serta dalam kegiatan penanaman pohon sebagai wujud syukur dan bentuk balas jasa kepada alam. Alam sudah memberi, kini giliran kita yang menjaga.

Usai ritual dan kenduren, seluruh pengunjung menikmati hidangan dari ancak bersama-sama. Kami makan bersama dalam suasana hangat, sambil menikmati keindahan alam dan memanjatkan rasa syukur.


Rangkaian kegiatan—diskusi, upacara, hingga penanaman—merupakan bagian dari konsep besar Unduh Tirta. Siapa pun boleh turut serta dalam kegiatan ini. Dan pada tahun 2025 ini, Unduh Tirta telah memasuki tahun kedua penyelenggaraan, dengan sambutan yang semakin hangat dari masyarakat.

Modifikasi konsep ini membawa harapan besar. Warga Dusun Genting yang sebelumnya tidak tertarik, kini mulai antusias mengikuti setiap rangkaian acara. Anak-anak, ibu-ibu, hingga warga desa tetangga pun bersemangat terlibat. Mereka yang sebelumnya belum pernah menginjakkan kaki di Air Terjun Sabrangan, kini bisa merasakan langsung keberadaannya—dan memahami betapa pentingnya menjaga sumber air tersebut.

Anak-anak juga mulai memahami nilai-nilai yang terkandung dalam seluruh prosesi Unduh Tirta. Harapannya, Unduh Tirta bisa menjadi agenda tahunan yang dinantikan oleh semua pihak, terutama warga Dusun Genting, sebagai momentum untuk terus menjaga alam.

Dalam pelaksanaannya, kami juga menggandeng berbagai komunitas. Mereka turut memberi semangat dan motivasi kepada warga, bahwa menjaga alam bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis, melainkan tanggung jawab kita bersama. Sebab manusia yang paling dekat dengan hutan utara Gunung Penanggungan adalah mereka—bukan orang-orang yang tinggal jauh di Surabaya atau Jakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar